Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang
menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip
moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa
memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. dalam konsep
ini dikenal juga “Deontologi” yang berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti
kewajiban. Deontologi adalah teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi
dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat
baik kepada sesama manusia, sebagaimana keinginan diri sendiri selalu berlaku
baik pada diri sendiri.
Menurut paham Utilitarianisme bisnis adalah
etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. jadi kebijaksanaan atau tindakan
bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik,
bukan sebaliknya malah memberikan kerugian.
Nilai positif Utilitarianisme terletak pada
sisi rasionalnya dan universalnya. Rasionalnya adalah kepentingan orang banyak
lebih berharga daripada kepentingan individual. secara universal semua pebisnis
dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain membuat
diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk kepentingan individu dan di saat
yang bersamaan mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan profesional
sangat mulia. dalam teori sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect,
yaitu di mana pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin
merusaka kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan adanya
upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras tidak habis
ditelan jaman.
Didalam analisa pengeluaran dan keuntungan
perusahaan memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada kerugian.
proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit daripada kerugian.
Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi juga aspek-aspek
moral seperti halnya mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam
bisnis. dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility, atau
tanggung jawab sosial perusahaan. suatu pemikiran ini sejalan dengan konsep
Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai tanggaung jawab dalam
mengembangkan dan menaikan taraf hidup masyarakat secara umum, karena
bagaimanapun juga setiap perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak
sumber daya manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya tersebut.
Kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang
mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah konsep bernilai
tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan
bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi finansial perusahaan dalam menerapkan
konsep Utilitarianisme tidak terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi
keuangan, manfaat paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis,
karena sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra positif
di masyarakat umum. namun dari segi finansial, Utilitarianisme membantu (bukan
menambah) peningkatan pendapat perusahaan.
1.
Etika Utilitarianisme
Pertama
kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Etika utilitarianisme adalah tentang bagaimana
menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan social politik, ekonomi dan legal
secara moral.
2.
Kriteria dan Prinsi Etika Utilitarianisme:
a.
Manfaat
yaitu bahwa
kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang
baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang
mendatangkan kerugian tertentu.
b.
Manfaat
Terbesar
yaitu bahwa
kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam
situasi tertentu lebih besar)dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan
alternative lainnya.
c.
Manfaat
terbesar Bagi Sebanyak Mungkin Orang
yaitu dengan
kata lain suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis
menurut etika utilitarianisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa
manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat
merugikan yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.
3.
Nilai Positif Etika Utilitarianisme:
a.
Rasionalitas
prinsip moral
yang diajukan oleh etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada
aturan-aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bias kita
persoalkan keabsahannya.
b.
Utilitarianisme
sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral, setiap
orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya
memberinya ketiga criteria objektif dan rasional tadi.
c.
Universalitas
yaitu berbeda
dengan etika teleologi lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri
sendiri atau kelompok sendiri, utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau
akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang.
4.
Utilitarianisme Sebagai Proses dan Sebagai
Standar Penilaian:
a)
Etika
utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan
atau untuk bertindak.
b)
Etika
Utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang
telah dilakukan.
5.
Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka
etika bisnis:
a)
Keuntungan dan
kerugian, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian
perusahaan.
b)
Analisis
keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang.
c)
Analisis
keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang.
6.
Kelemahan Etika Utilitarianisme:
a)
Manfaat
merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan
menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit
b)
Etika
utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada
dirinya sendiri dan hanya memperhatikan niali suatu tindakan sejauh berkaitan
dengan akibatnya.
c)
Etika utilitarianisme
tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.
d)
Variable yang
dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
e)
Seandainya
ketiga criteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, maka akan ada
kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.
f)
Etika
utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi
kepentingan mayoritas.
Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan atau CSR
(corporate social responsibility)
(corporate social responsibility)
Kini jadi frasa yang semakin populer dan marak
diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip
good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan
responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia
bisnis.
Di tanah air, debut CSR semakin menguat
terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang
belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di
bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung
jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
Namun, UU PT tidak menyebutkan secara
terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR
serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa
CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan
CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan
lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang
hingga kini belum dikeluarkan.
Akibatnya, standar operasional mengenai
bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut
misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh”
wajah dan mengandung banyak bias.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako
atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak
sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau
sekadar “menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat
kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan
seringkali tumpang tindih.
Alhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat,
CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan kebergantungan pada masyarakat),
Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan), dan Racun (merusak
perusahaan dan masyarakat).
Perusahaan yang
Telah Menerapkan Utilitarianisme atau CSR
Sejak didirikan pada 5 Desember 1933Unilever
Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home
and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk
Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti
Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto,
Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain.
Selama ini, tujuan perusahaan kami tetap sama,
dimana kami bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari;
membuat pelanggan merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati
kehidupan melalui brand dan jasa yang memberikan manfaat untuk mereka maupun
orang lain; menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya
yang bila digabungkan akan membuat perubahan besar bagi dunia; dan senantiasa
mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang memungkinkan kami untuk tumbuh
sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Saham perseroan pertamakali ditawarkan kepada
masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari
1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam
kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Cleaning product Perseroan memiliki dua anak
perusahaan : PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar
100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah
konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak
di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos.
Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat
dari seluruh aktivitas perseroan. Kami memberikan prioritas pada mereka dalam
pengembangan profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka
untuk berkontribusi pada perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar
di seluruh nutrisi.
Perseroan
mengelola dan mengembangkan bisnis perseroan secara bertanggung jawab dan
berkesinambungan. Nilai-nilai dan standar yang Perseroan terapkan terangkum
dalam Prinsip Bisnis Kami.
Perseroan juga membagi standar dan nilai-nilai
tersebut dengan mitra usaha termasuk para pemasok dan distributor kami.
Perseroan memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi,
dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor
pusat di Jakarta. Produk-produk Perseroan berjumlah sekitar 43 brand utama dan
1,000 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 500 distributor
independen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh
Indoneisa. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi
milik sendiri, gudang tambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya.
Sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung
jawab sosial, Unilever Indonesia menjalankan program Corporate Social
Responsibility (CSR) yang luas. Keempat pilar program kami adalah Lingkungan,
Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain
kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan
Mulut (Pepsodent), program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta
program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi
(Blue Band).
Unilever Indonesia Memiliki Visi :
Empat pilar
utama dari visi kami menggambarkan arah jangka panjang dari perusahaan
kemana tujuan kami dan bagaimana kami menuju ke arah sana:
1.
Kami bekerja
untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari.
2.
Kami membantu
orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan
dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan bagi orang lain.
3.
Kami menjadi
sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap hari yang dapat
membuat perbedaan besar bagi dunia.
4.
Kami akan
mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan membesarkan
perusahaan kami dua kali lipat sambil mengurangi dampak lingkungan
Kami selalu percaya akan kekuatan brand kami
dalam meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dan dalam melakukan hal yang
benar. Semakin bertumbuhnya bisnis kami, meningkat pula tanggung jawab kami.
Kami mengenali tantangan global seperti perubahan iklim yang menjadi kepedulian
kita bersama. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari tindakan kami selalu
menyatu dalam nilai-nilai kami dan merupakan bagian fundamental mengenai siapa
diri kami.
Sumber: