Pertumbuhan
ekonomi Indonesia, selain memberikan kepercayaan diri dan legitimasi sementara
kepada kelas kapitalis, juga memiliki efek yang besar pada perkembangan kelas
buruh. Pada beberapa tahun terakhir, kita saksikan investasi asing besar yang
masuk ke Indonesia. Investasi asing yang besar ini mengalir deras ke Indonesia
justru ketika ekonomi dunia sedang kesulitan. Di satu artikel analisa kita,
kita menulis: “Indonesia bisa terus tumbuh pesat pada periode krisis ini
bukanlah karena keunggulan para kapitalis Indonesia dibandingkan para kapitalis
Eropa yang ekonominya sekarang terseok-seok, atau karena hebatnya dan pintarnya
para penjabat kita. Justru krisis ekonomi dunia lah yang merupakan alasan
mengapa ekonomi Indonesia bisa mencetak pertumbuhan 5-6%.
Di
hampir semua negeri-negeri kapitalis maju, kemandegan ekonomi berarti bahwa
tidak ada lagi profit besar yang bisa mereka dapatkan dengan berinvestasi di
negeri mereka masing-masing. Di Kanada, korporasi-korporasi besar duduk di atas
tumpukan uang sebesar $500 milyar yang tidak mereka investasikan, sampai-sampai
Gubernur Bank Kanada, Mark Carnery, mengkritik perusahaan-perusahaan tersebut
agar menggunakan uang ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang hari ini
sangat dibutuhkan. Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat menyimpan cadangan
uang sebesar $5000 milyar – yakni 5 kali lipat dari ekonomi Indonesia – yang
tidak mereka gunakan. Begitu juga di seluruh Eropa. Tidak semua kapital ini
duduk diam. Sebagian kecil kapital ini lalu mencari lahan investasi yang masih
dapat memberikan keuntungan, dan Indonesia adalah salah satu lahan subur
tersebut. Gaji buruh yang murah, serikat buruh yang relatif lemah karena baru
lahir kembali setelah 1998, infrastruktur yang cukup kondusif; inilah beberapa
alasan utama yang menyebabkan masuknya investasi asing yang besar. Pada 2009,
investasi asing hanya sebesar $4,9 milyar, lalu menjadi $18,9 milyar pada 2011,
dan lalu $23 milyar pada 2012. Inilah sumber dari pertumbuhan ekonomi 6% selama
beberapa tahun terakhir ini, yakni meningkatnya investasi asing yang berarti
juga semakin diperasnya nilai lebih dari keringat buruh.” (Sedikit evaluasi
dari Kegagalan Kita, 2 Juli 2013)
Marx
mengatakan, dengan semakin tumbuhnya kapitalisme, maka semakin besar pula kelas
proletariat. Ia mengatakan “Kapitalisme menciptakan penggali liang kuburnya
sendiri.” Dengan membangun lebih banyak pabrik, maka kapitalisme menciptakan
batalion-batalion proletar yang lebih besar. Di Indonesia, pada 2011 terjadi
pertumbuhan di sektor suku cadang otomotif sebesar 29,8 persen. Begitu juga di
banyak sektor industri berat lainnya. Oleh karenanya, tidak mengherankan kalau
tahun 2012 adalah tahunnya gerakan buruh: gelombang pemogokan dan demo buruh,
May Day raksasa 2 tahun berturut-turut, terbentuknya MPBI, sweeping dan grebek
pabrik, kelas-kelas ekopol berjamuran, dan Getok Monas.
Namun gerakan buruh bukanlah sesuatu yang bergerak dalam garis
lurus, yang dapat terus naik. Pasang naik dan surut adalah sesuatu yang wajar.
Belakangan ini memang sudah terlihat penurunan mobilisasi ini. Indikasinya
adalah ketidakmampuan gerakan buruh untuk menghentikan kenaikan BBM dan RUU
Ormas. Namun ini bukan karena massa buruh yang tidak berani. Ini adalah
persoalan kepemimpinan. Radikalisasi massa buruh – terutama yang ada di dalam
serikat-serikat besar – terbentur dengan kepemimpinan mereka. Adalah sebuah
hukum di dalam gerakan buruh dimanapun, bahwa dengan semakin radikalnya massa
buruh maka akan menjadi semakin konservatif pemimpin mereka. Ini bahkan dapat
terjadi di antara serikat-serikat yang katanya “merah”.
Bila pada tahun lalu pemogokan, demo, dan mogok nasional dapat
memaksa kapitalis dan pemerintah untuk memenuhi tuntutan buruh, maka hari ini
konsensi semacam itu akan semakin sulit didapati. Tekanan dari perekonomian
dunia yang sedang mengalami krisis berarti bahwa akan semakin menjadi mustahil
bagi buruh untuk dapat hidup sejahtera. Periode yang sedang kita masuki adalah
periode penghematan, periode pemangkasan, dan ini juga benar di Indonesia.
Taktik-taktik pemogokan biasa sudah tidak lagi memadai. Kita bisa melihat
Yunani, dimana sudah terjadi 29 pemogokan umum nasional dalam 3 tahun terakhir,
dan ini sama sekali tidak menyelesaikan persoalan yang dihadapi rakyat pekerja
Yunani. Dalam periode ke depan, kemenangan-kemenangan yang diraih buruh tahun
lalu akan semakin sulit didapati. Buruh luas akan belajar bahwa mereka harus
menggunakan taktik-taktik yang lebih radikal, dan mengadopsi perspektif politik
yang lebih revolusioner. Buruh luas akan belajar, dan mereka akan belajar
dengan cepat.
Di sisi lain, para pemimpin reformis di dalam serikat-serikat
buruh justru akan menjadi semakin kecut. Mereka akan menjadi penghambat yang
semakin besar bagi perkembangan kesadaran kelas para anggota mereka. Ketika
kapitalisme sudah terseok-seok dan hidup segan mati tak mau, para pemimpin
reformis justru akan merangkul kapitalisme dengan lebih bersemangat. Trotsky
mengatakan, pengkhianatan adalah implisit di dalam reformisme. Ini bukan karena
para pemimpin reformis tersebut tidak jujur, tidak amanah (walau ada juga yang
memang tidak amanah), tidak tulus dalam pembelaan mereka terhadap buruh. Ini
karena mereka percaya bahwa dalam batas-batas kapitalisme maka buruh bisa
sejahtera. Kalau kau mempercayai kapitalisme, maka kau akan didikte oleh logika
kapitalisme dan akan jadi pelayan kepentingan kapitalis secara sadar atau
tidak. Justru yang paling berbahaya adalah pemimpin reformis yang benar-benar jujur
dan amanah. Mereka sungguh-sungguh jujur dan tulus ingin membela buruh, dan
oleh karenanya meraih kepercayaan yang besar dari buruh. Namun dengan tulus
pula mereka akan menyeret kelas buruh ke dalam kekalahan karena paham
reformismenya.
Di masa mendatang akan terjadi penajaman konflik antara elemen
radikal-revolusioner dan elemen konservatif-reformis di dalam serikat-serikat
buruh besar seperti MPBI. Proses konflik ini akan terjadi secara tertutup dan
terbuka, tetapi tidak ada penyangkalan kalau proses ini sedang terjadi. Kita
akan saksikan krisis di dalam serikat-serikat buruh ini, dimana para anggota
yang semakin radikal berbenturan dengan para pemimpin reformis-konservatif yang
mengekang mereka. Ini akan menjadi proses pembelajaran berikutnya bagi buruh
luas.