Pages


Minggu, 11 Mei 2014

Ekonomi Indonesia dan Gerakan Buruh

Pertumbuhan ekonomi Indonesia, selain memberikan kepercayaan diri dan legitimasi sementara kepada kelas kapitalis, juga memiliki efek yang besar pada perkembangan kelas buruh. Pada beberapa tahun terakhir, kita saksikan investasi asing besar yang masuk ke Indonesia. Investasi asing yang besar ini mengalir deras ke Indonesia justru ketika ekonomi dunia sedang kesulitan. Di satu artikel analisa kita, kita menulis: “Indonesia bisa terus tumbuh pesat pada periode krisis ini bukanlah karena keunggulan para kapitalis Indonesia dibandingkan para kapitalis Eropa yang ekonominya sekarang terseok-seok, atau karena hebatnya dan pintarnya para penjabat kita. Justru krisis ekonomi dunia lah yang merupakan alasan mengapa ekonomi Indonesia bisa mencetak pertumbuhan 5-6%.
Di hampir semua negeri-negeri kapitalis maju, kemandegan ekonomi berarti bahwa tidak ada lagi profit besar yang bisa mereka dapatkan dengan berinvestasi di negeri mereka masing-masing. Di Kanada, korporasi-korporasi besar duduk di atas tumpukan uang sebesar $500 milyar yang tidak mereka investasikan, sampai-sampai Gubernur Bank Kanada, Mark Carnery, mengkritik perusahaan-perusahaan tersebut agar menggunakan uang ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang hari ini sangat dibutuhkan. Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat menyimpan cadangan uang sebesar $5000 milyar – yakni 5 kali lipat dari ekonomi Indonesia – yang tidak mereka gunakan. Begitu juga di seluruh Eropa. Tidak semua kapital ini duduk diam. Sebagian kecil kapital ini lalu mencari lahan investasi yang masih dapat memberikan keuntungan, dan Indonesia adalah salah satu lahan subur tersebut. Gaji buruh yang murah, serikat buruh yang relatif lemah karena baru lahir kembali setelah 1998, infrastruktur yang cukup kondusif; inilah beberapa alasan utama yang menyebabkan masuknya investasi asing yang besar. Pada 2009, investasi asing hanya sebesar $4,9 milyar, lalu menjadi $18,9 milyar pada 2011, dan lalu $23 milyar pada 2012. Inilah sumber dari pertumbuhan ekonomi 6% selama beberapa tahun terakhir ini, yakni meningkatnya investasi asing yang berarti juga semakin diperasnya nilai lebih dari keringat buruh.” (Sedikit evaluasi dari Kegagalan Kita, 2 Juli 2013)
Marx mengatakan, dengan semakin tumbuhnya kapitalisme, maka semakin besar pula kelas proletariat. Ia mengatakan “Kapitalisme menciptakan penggali liang kuburnya sendiri.” Dengan membangun lebih banyak pabrik, maka kapitalisme menciptakan batalion-batalion proletar yang lebih besar. Di Indonesia, pada 2011 terjadi pertumbuhan di sektor suku cadang otomotif sebesar 29,8 persen. Begitu juga di banyak sektor industri berat lainnya. Oleh karenanya, tidak mengherankan kalau tahun 2012 adalah tahunnya gerakan buruh: gelombang pemogokan dan demo buruh, May Day raksasa 2 tahun berturut-turut, terbentuknya MPBI, sweeping dan grebek pabrik, kelas-kelas ekopol berjamuran, dan Getok Monas.
Namun gerakan buruh bukanlah sesuatu yang bergerak dalam garis lurus, yang dapat terus naik. Pasang naik dan surut adalah sesuatu yang wajar. Belakangan ini memang sudah terlihat penurunan mobilisasi ini. Indikasinya adalah ketidakmampuan gerakan buruh untuk menghentikan kenaikan BBM dan RUU Ormas. Namun ini bukan karena massa buruh yang tidak berani. Ini adalah persoalan kepemimpinan. Radikalisasi massa buruh – terutama yang ada di dalam serikat-serikat besar – terbentur dengan kepemimpinan mereka. Adalah sebuah hukum di dalam gerakan buruh dimanapun, bahwa dengan semakin radikalnya massa buruh maka akan menjadi semakin konservatif pemimpin mereka. Ini bahkan dapat terjadi di antara serikat-serikat yang katanya “merah”.
Bila pada tahun lalu pemogokan, demo, dan mogok nasional dapat memaksa kapitalis dan pemerintah untuk memenuhi tuntutan buruh, maka hari ini konsensi semacam itu akan semakin sulit didapati. Tekanan dari perekonomian dunia yang sedang mengalami krisis berarti bahwa akan semakin menjadi mustahil bagi buruh untuk dapat hidup sejahtera. Periode yang sedang kita masuki adalah periode penghematan, periode pemangkasan, dan ini juga benar di Indonesia. Taktik-taktik pemogokan biasa sudah tidak lagi memadai. Kita bisa melihat Yunani, dimana sudah terjadi 29 pemogokan umum nasional dalam 3 tahun terakhir, dan ini sama sekali tidak menyelesaikan persoalan yang dihadapi rakyat pekerja Yunani. Dalam periode ke depan, kemenangan-kemenangan yang diraih buruh tahun lalu akan semakin sulit didapati. Buruh luas akan belajar bahwa mereka harus menggunakan taktik-taktik yang lebih radikal, dan mengadopsi perspektif politik yang lebih revolusioner. Buruh luas akan belajar, dan mereka akan belajar dengan cepat.
Di sisi lain, para pemimpin reformis di dalam serikat-serikat buruh justru akan menjadi semakin kecut. Mereka akan menjadi penghambat yang semakin besar bagi perkembangan kesadaran kelas para anggota mereka. Ketika kapitalisme sudah terseok-seok dan hidup segan mati tak mau, para pemimpin reformis justru akan merangkul kapitalisme dengan lebih bersemangat. Trotsky mengatakan, pengkhianatan adalah implisit di dalam reformisme. Ini bukan karena para pemimpin reformis tersebut tidak jujur, tidak amanah (walau ada juga yang memang tidak amanah), tidak tulus dalam pembelaan mereka terhadap buruh. Ini karena mereka percaya bahwa dalam batas-batas kapitalisme maka buruh bisa sejahtera. Kalau kau mempercayai kapitalisme, maka kau akan didikte oleh logika kapitalisme dan akan jadi pelayan kepentingan kapitalis secara sadar atau tidak. Justru yang paling berbahaya adalah pemimpin reformis yang benar-benar jujur dan amanah. Mereka sungguh-sungguh jujur dan tulus ingin membela buruh, dan oleh karenanya meraih kepercayaan yang besar dari buruh. Namun dengan tulus pula mereka akan menyeret kelas buruh ke dalam kekalahan karena paham reformismenya.
Di masa mendatang akan terjadi penajaman konflik antara elemen radikal-revolusioner dan elemen konservatif-reformis di dalam serikat-serikat buruh besar seperti MPBI. Proses konflik ini akan terjadi secara tertutup dan terbuka, tetapi tidak ada penyangkalan kalau proses ini sedang terjadi. Kita akan saksikan krisis di dalam serikat-serikat buruh ini, dimana para anggota yang semakin radikal berbenturan dengan para pemimpin reformis-konservatif yang mengekang mereka. Ini akan menjadi proses pembelajaran berikutnya bagi buruh luas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar